MENJEMPUT BIDADARI KEDUA
Oleh
Sapto Prio Wawan
Hadi Wibowo, S. Pd., SGI
Email : spwhw.cjr@gmail.com
Perjalanan hidup itu
selalu membuat kita menjadi pribadi yang berbeda, dari setiap drama yang telah
di tentukan oleh sang khalik. Rejeki, jodoh serta kematian telah di tentukan pada
setiap makhluk yang hidup di dunia ini.Aamiin. Begitulah yang terjadi pada
catatan perjalanan hidupku dalam menjemput bidadari kedua. Suatu perjalanan panjang dan
unik jika dikenang masa-masa itu.
Semua berawal dari
perjumpaan 30 anak bangsa di sekolah guru Indonesia. Bertemu dengan berbagai
perwakilan dari setiap daerah, Kini
SGI Dompet Dhuafa telah memasuki tahun ke-7
yang telah mengutus sebanyak 21 angkatan di 33 provinsi
yang ada di Indonesia. Memberikan banyak kontribusi buat pendidikan Indonesia
dari tangan – tangan pemuda generasi harapan bangsa.
SGI Angkatan 7 telah
mengutus 30 orang pemuda dan pemudi yang berasal dari beberapa daerah di
Indonesia, sebut saja Abdi Husni Dermawan asal Medan – Sumatera Utara, Ahmad
Rizal Khadapi asal Lombok – Nusa Tenggara Barat, Andi Pahman Harahap asal Medan
– Sumatera Utara, Asyanti Nurmuawwanah asal Makassar – Sulawesi Selatan, Budi
Iskandar asal Garut – Jawa Barat, Dedi Hadiarto asal Kendari – Sulawesi
Tenggara, Dena Fadillah asal Tasikmalaya – Jawa Barat, Elis Yuliani asal
Tasikmalaya – Jawa Barat, Fitri Setyo Ningrum asal Cilacap – Jawa Tengah, Fitriani
Wahyu Setyaningrum asal Jakarta – DKI Jakarta, Fitriani asal Pare-Pare –
Sulawesi Selatan, Frima Rahmulia asal Purwokerto – Jawa Tengah, Harini asal
Wonosobo – Jawa Tengah, Heriyanto asal Sumbawa Barat – Nusa Tenggara Barat,
Ilfa Yuni Arta asal Bandar Lampung – Lampung, Januarita Sasni asal Padang –
Sumatera Barat, Maria Ulfah asal Sampit – Kalimantan Tengah, Novi Aulia
Hikmawati asal Padang – Sumatera Barat, Nurhasanah asal Medan – Sumatera Barat,
Peni Yanda asal Riau – Riau, Restgha Noriega asal Ciomas – Banten, Ricky
Irwandi asal Padang – Sumatera Barat, Risty Ani asal Klaten – Jawa Tengah, Riyanti
asal Riau – Riau, Sapto Prio Wawan Hadi Wibowo asal Kendari – Sulawesi
Tenggara, Septiyani Aziz asal Rangkasbitung – Banten, Siti Fatonah asal
Boyolali – Jawa Tengah, Sudendi Retno Efendi asal Purwokerto – Jawa Tengah,
Suko Sri Anggono asal Klaten – Jawa Tengah dan terakhir Ulfa Wardani asal Medan
– Sumatera Barat.
Disini kami dibina
selama 5 bulan, diawali dengan masa perkuliahan selama satu bulan setengah. Di
sini, kami mengikuti perkuliahan sebagai mana sekolah dibangku formal.
Interaksi yang terjadi pun antara ikhwan akhwat hanya seperlunya. Sampai suatu
ketika tiba saatnya kami memasuki tahap selanjutnya, yaitu magang. Didepan
kelas, disebutkanlah bahwa dari ber-30 akan dibagi menjadi 10 sekolah dengan
setiap sekolah terdiri dari 3 anak SGI. Dari sinilah semua catatan perjalanan
itu dimulai. Ketika pembagian kelompok magang disebutkan oleh managemen SGI,
yakni Abdi Husni Dermawan, Sapto Prio Wawan Hadi Wibowo dan Fitriani Wahyu
Setyaningrum.
Sejenak setelah
disebutkan tiga nama tersebut, masing-masing dari kita memiliki ekspresi yang
berbeda, Abdi dan Fitriani berekspresi khawatir karena mereka memiliki historis
yang tidak enak, ada kesalahpahaman saat dahulu sedangkan Sapto ekspresinya
biasa saja. Jadilah saat itu fitriani dan abdi meminta sapto untuk menjadi
penengah saat magang.
Seiring
berjalannya kegiatan magang, awal-awal masih ada kecanggungan antara Abdi dan
fitriani. Namun suatu ketika kami saling terbuka tentang perasaan tidak enak
dan rasa yang mengganjal di hati. Jadiah saat itu sepulang magang kita bertiga
jalan kaki melalui kebun-kebun dari sekoah sampai ke asrama. Di sinilah kami
mulai saling cerita, syukurnya bukan ego kita yang dikeluarkan namun perasaan
bersalah dan kejujuran yang terucap, jadilah di sana masing-masing kita
mengeluarkan uneg-unegnya dan saling lega saat sudah mengungkapkan.
Dari sini mulailah
terbangun keakraban kita bertiga. Didukung dengan kondisi tempat magang yang
bagus, sehingga memunculkan semangat yang membara juga bagi kita. Kami sering
melakukan banyak hal bertiga, mulai dari kondangan bertiga, masak mie bertiga
sampai lembur di sekolah untuk menyelesaikan tugas kita. Hingga teman-teman SGI
yang lain mungkin iri dengan kedekatan kita bertiga. Rasa marah yang dahulu ada
berubah menjadi rasa saling ukhuwah. Dari sini, entah bagaimana mulailah rasa
tumbuh namun hanya sebatas sahabat. Moment pertama yang diingat yaitu saat
Fitriani memberikan minuman pocari dan susu ultra saat meminta tolong aku
memperbaiki leptopnya, meski sering kuperbaiki leptop orang, namun baru kali
ini aku diberikan minuman.
Kedua yakni saat
aku mnedengar bahwa setiap orang di pavilion 2 (akhwat) diberikan coklat
masing-masing, uniknya saat bangun tidur coklat itu sudah ada disamping
bantalnya beserta tulisannya diberikan oleh fitriani. Ketiga saat fitriani
membuat timeline tugas untuk teman-teman magang. Keempat saat share, fitriani
memberikan beng beng untuk 29 teman2nya beserta dengan tulisan yang berbeda,
ini beberapa hal yang fitriani lakukan hingga menarik perhatianku.
Hingga setelah
magang kita melaksanakan share di tasikmalaya selama sebulan. Kegiatan ini
memaksa kita untuk berpisah satu dengan yang lainnya hanya saja Abdi dan
Fitriani masih dalam satu tim yang sama hanya berbeda kampong, sedangkan Sapto
berbeda tim dan jaraknya yang jauh dengan Abdi dan Fitriani. Sehingga
komunikasi antara kami bertiga mulai berkurang. Alhasil pasca kegiatan ini,
kami bertiga sepakat untuk kumpul bareng dan bercanda gurau seperti saat di
magang dahulu.
Semua terasa
indah, yang tadinya hanya sebatas persahabatan, namun kini terasa jauh dari
itu. Tumbuhlah perasaan saling menghargai lebih dari sahabat. Di tambah lagi Abdi sering menumbuhkan yang
seharusnya tidak tumbuh antara Sapto dan Fitriani. Namun rasa itu tetap bisa di
kendalikan, hingga akhirnya kami bertiga di pisahkan dalam kelompok yang baru
saat penempatan. Abdi di tempatkan di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan
Utara, Fitriani di tempatkan di Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara
Barat dan Sapto di tempatkan di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jarak dan
waktu memisahkan tiga orang sahabat ini yang sudah seperti saudara.
Di masing-masing
penempatan, kami beraktivitas seperti biasanya, interaksi bertiga hanya sebatas
seperlunya dan hanya menanyakan kabar serta aktivitas di penempatan. Namun
disini, sudah tumbuh benih-benih perasaan cinta dengan Fitriani, namun apa daya
lisan ini belum mampu untuk berterus terang dengan nya apalagi setelah tahu
bahwa ada laki-laki yang datang kepadanya saat di Sumbawa tambahlah lagi segan
tuk bicara dan ikatan kontrak SGI yang tidak membolehkan menikah saat program
masih berlangsung. Namun sempat kuselipkan beberapa pertanyaan kepadanya tuk
meyakinkan perasaanku, hanya sebatas itu tidak lebih.
Sampai tiba
saatnya penarikan dari daerah, perkataan
Pak Agung yang menjelaskan bahwa “ masa program SGI sebentar lagi akan selesai
dan kalian bisa menentukan langkah apalagi selanjutnya, jika ada yang mau
menikah sesama penerima manfaat SGI maka moment wisudalah merupakan moment yang
paling tepat, jika ingin melanjutkan S2, pihak managemen hanya bisa membantu
merekomendasikan dan mencarikan informasi”. Beberapa hari sibuk mengerjakan
tugas akhir, masih saja teringat perkataan Pak Agung, ingin rasanya ku
ungkapkan saat wisuda. Sampai tiba moment saat wisuda, ku rasa ini saat yang
tepat tuk mengungkapkan maksud dengan orang tua Fitriani, namun apa daya lidah
ini begitu kelu untuk mengeluarkan kata-kata, bahkan tuk berfoto bersama saja
rasanya malu sekali. Jangankan tuk berfoto, menegur pun terasa berat. Hingga
ibunda Fitriani mengatakan aku adalah anak yang diam aja, tidak mau tegur sapa
dan keliatan murung seperti ada yang di
pikirkan.
Pasca wisuda SGI
lewat begitu saja, Allah belum mengijinkanku untuk mengutarakan niatku yang
akan meminang anak semata wayangnya yaitu Fitriani. Akhirnya kita berniat untuk
melakukan perjalanan bersama di pulau jawa, di sini mulai niatku tuk
mengungkapkan. Kota pertama yang kita sambangi yaitu kota tasikmalaya. Di
daerah ini aku dan dia sangat jauh, hanya berjumpa saat di bus menuju tasik
sesampainya di sana kita berpisah, jadilah moment tasik terlewati. Setelah dari
tasik kami sama-sama pergi ke Yogyakarta. Bersama Abdi, Maria, aku dan dia,
senang rasa hatiku ditambah lagi ini pengalaman baru dia naik kereta ke jawa.
Di yogya kami menginap di masjid, kami pergi bermain-main ke candi Borobudur,
candi prambanan, pohon beringin kembar, gua cermei, pantai parangtritis,
marlioboro, bandara adi sucipto, ingin rasanya kuungkapkan perasaanku di salah
satu tempat, namun apa daya Allah masih belum mengizinkan ku tuk menyampaikan
maksud hatiku, hingga moment-moment tersebut pun terlewat begitu saja.
Setelah kota
pelajar, kami pergi ke Wonosobo, disana kami memiliki teman yang dijadikan tour
guide. Kami pergi ke Dieng dan mendaki gunung, menuju desa tertinggi di pulau
jawa, mungkin disini sempat terpikir tempat istimewah tuk aku menyatakan
keinginanku, namun lagi-lagi aku kehilangan moment indah itu. Kota selanjutnya
yakni Semarang moment yogyapun terlewati, moment Wonosobo juga terlewati.
Kini Semarang
menjadi saksi bisu pikirku dalam hati, apalagi di kota ini ada sebuah tempat
yang sungguh luar biasa romantisnya untuk mengungkapkan perasaan tulus dan
ikhlas, yaitu Mesjid Agung Jawa Tengah. Karena aku tidak tega membiarkan ia
pergi sendiri akhirnnya aku pergi untuk menemani ia ke semarang bersama abdi.
Di sana kita menjumpai adik angkatnya dari Sumbawa. Kami berkesempatan pula
mengunjungi lawang sewu, sempat terpikir kembali, mungkin di sini saatnya,
namun lagi2 moment lawang sewu terlewatkan. Setelah lawang sewu lewat, kami pun
berangkat ke Mesjid Agung Jawa Tengah. Dan lagi-lagi, huruf-huruf kecil yang
akan aku rangkai untuk menjadi kata, dan kata-kata yang tersusun rapi hingga
menjadi kalimat yang bermakna tak mampu terlontar dari bibirku. Semarang pun
tingal kenangan.
Setelah ke
semarang, aku dan abdi berpisah. Abdi menuju kota Bandung sedangkan aku pergi
ke kampungnya, lagi-lagi aku tak tega membiarkan ia jalan sendirian. Tour
selanjutnya yaitu kampung halaman Fitriani. Sungguh indah panorama kampung
halaman Fitriani, aku pun banyak berdecak kagum melihat pemandangan yang indah
luar biasa. Aku pun tak sempat pulang kampong ke kampong halaman, mungkin aku
sudah lupa halaman berapa. Hehehehe
Di kampung halaman
Fitriani, aku merasa ini saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaan ini yang
telah tersimpan dalam hati. Namun, masih saja hati ini berkata “belum saatnya”.
Di kampung halaman Fitriani, aku melihat sosok yang berbeda dari dirinya. Dia
begitu cekatan dalam merawat kedua keponakannya yang kembar, mulai dari
menyuapinya makan, memandikannya bahkan hingga menidurkannya dan caranya itu
yang membuatku terkesima.
Sebuah buku pernah
aku baca, bahwa memilih calon istri itu tidaklah sulit, selain kriteria agama
dan akhlak yang baik, maka perhatikanlah bagaimana ia memperlakukan saudara
laki-lakinya, jika ia tidak memiliki saudara laki-laki, maka lihatlah bagaimana
ia memperlakukan sepupu laki-lakinya, dan jika ia tidak memiliki sepupu
laki-laki, maka lihatlah bagaimana ia memperlakukan keponakan laki-lakinya.
Sehingga berbekal
itu, aku melihat sosok Fitriani yang mampu merawat keponakan laki-lakinya,
penuh kasih sayang dan keikhlasan yang tulus. Aku pun semakin meyakinkan diriku
bahwa inilah perempuan yang akan aku perjuangkan, ku berkeluh kesah pada Allah
SWT agar di berikan petunjuk dan di mudahkan dalam setiap langkah yang aku
ambil untuk mencari ridho-Nya.
Namun di kampung
halaman Fitriani pun tak mampu memaksaku untuk mengutarakan niatan baikku itu
untuk segera meminangnya. Hingga moment kampung halaman pun terlewat begitu saja.
Hingga tiba
perjalanan selanjutnya yaitu kota cilacap. Disana kami bertemu dengan
fitri/riri, kami pun bertemu ayah ibu baru, yaitu orang tua riri. Saat di
cilacap, tidak ada niatanku tuk berbicara tentang perasaanku, karena di sini
saatnya bercengkrama dengan ayah ibu angkat. Aku merasa saat diboncengi motor
oleh ayah riri, ku jadi teringat ayahku yang sudah meninggal 13 tahun yang
lalu.
Baiklah, sampai
akhirnya sampailah di Jakarta. Kami naik bus sinar jaya dari cilacap menuju
Jakarta, di sana rasanya ingin kuungkapkan niat baikku, namun aku merasa iba
karena ia terlihat sangat sedih berpisah dengan kawannya. Jadilah kuurungkan
niatku. Selanjutnya sampailah kami di Jakarta. Saat itu aku merasa sangat grogi
ada di rumahnya. Diselingan dirumahnya aku sempatkan untuk banyak bicara dengan
ayahnya. Mengorek informasi dari ayahnya berharap bisa langsung aku utarakan
niat baikku ini pada ayahnya. Setelah tahu jawaban ayahnya , jika ada yang
berniat baik, ia serahkan semuanya kepada anaknya, dari sana ku tahu bahwa
semua tergantung dari dia, meski aku belum mengutarakan niat baikku pada
anaknya. Sebelum aku mengutarakan niat baikku, aku meminta untuk diantar ke
monas, ia pun dengan senang hati mengantarkanku.
Sampai tiba di
stasiun senen, aku dan dia ingin menjemput abdi, di sanalah kuutarakan niat
baikku.
“tadi aku bicara
dengan ayahmu, ternyata ayahmu saja ya yang belum menikah anaknya. Sempat mau
ku Tanya , bapak kalau anaknya di bawa ke Sulawesi boleh ga ?“
“hah kamu seriusan
mas Tanya itu sama ayahku ?”
“ beneran, aku
serius, tapi kata ayahmu terserah anaknya yang mau jalanin, ya udah sekarang
aku Tanya sama kamu, anaknya mau ngga kalau di bawa ke Sulawesi?”
Setelah mendengar
pertanyaanku, fitriani pun hanya menunduk dan kita sama-sama saling berjalan
menuju stasiun. Sambil untuk memecahkan ketegangan, saya bercerita tentang masa
lalu dengan tim pandeglang saat di stasiun senen. Sampai tibalah kita di
stasiun, kita mampir untuk membeli minum dan selanjutnya menunggu di di waiting
room untuk kereta. Di sana seolah ia masih tidak percaya dengan niat baikku,
kembali ia manyakan padaku.
“ Sapto, kamu
seriusan dengan apa yang kamu bilang tadi ?”
“ ia saya serius,
memang kapan saya tidak serius? “
“ ko kamu berani bilang sama aku to ?”
“ ia lah berani, emang kenapa tidak berani ?”
Itu sedikit pembicaraanku dengannya, ku rasa ia masih
tidak percaya dengan apa yang kuungkapkan. Sampai akhirnya abdi dating, kami
sama-sama menjemputnya. Meski baru berpisah sebentar dengan abdi, namun ku rasa
senang sekali bertemu dengan abdi, setelah itu kami bertiga pulang ke matraman.
Sesampainya di matraman, istirahat makan, dan beres – beres.
Malam harinya ia menanyakanku lagi, seakan masih saja
ia tidak percaya dengan ucapanku, tapi disitu aku senang karena bisa berbicara
serius dengannya.
“ Sapto, kamu beneran dengan ucapanmu tadi ?”
“ Ia saya beneran dengan ucapan tadi”
“ Memang sejak kapan kamu merasa suka dengan saya ? “
Lalu diceritakanlah olehnya tentang perasaannya.
Esok harinya sebelum aku pulang ke Sulawesi, aku beranikan
bicara dengan ayah ibunya, Alhamdulillah mereka adalah orang tua yang luar
biasa, mereka menerimaku dengan syarat anaknya tidak boleh pindah dari Jakarta.
Hal ini aku maklumi karena ku tahu ia adalah anak tunggal sehingga berat
rasanya jika anaknya pindah.
Akhirnya ku berjanji selepas ku bertemu dengan
keluarga di kampong, aku akan kembali. Dan janjiku pun ku penuhi, bulan 5aku
kembali ke Jakarta dengan modalku yang pas.
Tapi aku berkeyakinan Allah bersama orang2 yang
mempunyai niat baik. Di sjakarta aku kesana kemari mencari pekerjaan, sampai
akhirnya aku mendapat pekerjaan di SDIT Al haraki. Alhamdulillah aku bersyukur
dengan rizkiNya.
Kemudian sebagai tanda pengikat, meski tak bisa
kutepati tanggal 11 April seidaknya moment yang pas, yakni saat ulang tahunku.
Jadi lah tanggal 15 Juni 2016 aku dating tuk melamar, dengan Pak Agung sebagai
waliku, karena keluargaku nun jauh disana.
Sebelum lamaran aku pun sudah bertanya dengan
keluargaku mengenai hari baik untuk pernikahan. Jadilah rabu wage saat netonnya
fitriani. Dan pitusukanlah tanggal 21 September 2016 dan 24 september 2016.
PROFIL PENULIS
Ø
Nama Lengkap : Sapto Prio
Wawan Hadi Wibowo
Nama Panggilan : Sapto
Tempat, Tgl
Lahir : Makassar, 15 Juni 1991
Prog.Studi/Jurusan : Pendidikan Matematika/Pend. MIPA
Perguruan
Tinggi : Universitas Halu Oleo
Aktivitas Saat
Ini : Pengajar di Pesantren
Ummushabri
Kendari Sulawesi Tenggara
Cita – Cita : Keliling Indonesia
Motto : “Dicoba tak mengapa.
Gagal?
Jadikan pengalaman”
Hobi : Membaca,
mendengarkan musik dan
Travelling
Asal Daerah : Kendari Sulawesi Tenggara
Alamat : Jalan Poros Wayong –
P2ID Kendari
No Hp : 085241 910615 / 0856
5618 6291
No Rekening
BSM : 7080258172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar